![]() |
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) Sumut dan Dinas Ketenegakerjaan Sumut melakukan Konferensi Pers terkait pencegahan Pekerja Migran Ilegal dan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Lobby Dekranasda Lantai 1 Kantor Gubernur Sumut Jalan Diponengoro Kota Medan. Rabu (24/9). (Foto : Alexander AP Siahaan/Diskominfo Provsu)
Medan, Sumateraherald.com
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (P3AKB) mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang belakangan semakin marak. Salah satunya adalah iming-iming pekerjaan di negara maju seperti Malaysia, Jepang, dan Hongkong.
Peringatan tersebut disampaikan dalam temu pers bertema “Perkuat Kolaborasi, Cegah Pekerja Migran Ilegal dan Korban TPPO di Sumut” bersama Dinas Ketenagakerjaan dan P3AKB Sumut. Kegiatan ini diselenggarakan Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sumut di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30 Medan, Rabu (24/9/2025).
“TPPO biasanya diawali dengan janji bekerja bukan di Kamboja, melainkan di negara lain seperti Malaysia, Jepang, atau Hongkong. Mereka dijanjikan gaji tinggi, tetapi ujung-ujungnya justru dibawa ke Kamboja,” ujar Kepala Dinas P3AKB Sumut, Dwi Endah Purwanti.
Dwi menyebutkan, Indonesia saat ini sedang berada dalam situasi darurat TPPO, khususnya ke Kamboja. Tercatat sekitar 166.795 Warga Negara Indonesia (WNI) bekerja di negara tersebut dengan berbagai jenis pekerjaan, dan 52% di antaranya berasal dari Sumut, baik pekerja legal maupun ilegal.
Pada Maret 2025, pemerintah Indonesia telah memulangkan 645 Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal dari Kamboja. Dari jumlah tersebut, 141 orang berasal dari Sumut. Namun, sebanyak 32 orang di antaranya tidak bisa kembali karena keterbatasan biaya, sehingga Pemprov Sumut membantu kepulangan mereka dengan menggunakan anggaran APBD.
Ia juga mengungkapkan, ada 13 kabupaten/kota di Sumut yang menjadi daerah sumber TPPO, antara lain Kota Medan, Binjai, serta Kabupaten Deliserdang, Langkat, dan Asahan.
Menurut Dwi, tingginya jumlah WNI yang bekerja secara ilegal di Kamboja menjadi salah satu alasan pemerintah mengeluarkan larangan resmi sejak April 2025 bagi WNI mencari pekerjaan di Kamboja, Myanmar, dan Thailand. Namun, masih banyak yang tetap berangkat secara non-prosedural dengan visa turis sebagai pintu masuk.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa TPPO merupakan tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan cara-cara melanggar hukum seperti ancaman, kekerasan, penipuan, atau penyalahgunaan kekuasaan demi tujuan eksploitasi.
“Eksploitasi itu bisa berupa eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan, mempekerjakan asisten rumah tangga tanpa gaji yang layak, hingga melibatkan anak sebagai pekerja. Semua itu termasuk TPPO,” tegasnya.
Tingginya kasus PMI ilegal asal Sumut dibanding provinsi lain, menurut Dwi, tidak terlepas dari faktor geografis. Posisi Sumut yang berdekatan dengan negara-negara tujuan membuat banyak orang mudah berangkat. Selain itu, daerah ini kerap menjadi lokasi transit bagi calon pekerja dari provinsi lain, termasuk dari Pulau Jawa.
Untuk mencegah TPPO, Pemprov Sumut menggencarkan sosialisasi, advokasi, serta bimbingan teknis pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Upaya ini dilakukan melalui kolaborasi dengan OPD dan berbagai pemangku kepentingan, termasuk koordinasi serta sinkronisasi kebijakan dan program perlindungan masyarakat.
“Pencegahan TPPO ini merupakan bagian dari visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut, Bapak Bobby Afif Nasution dan Bapak Surya, yaitu memperkuat ketahanan sosial dan budaya demi membangun masyarakat Sumut yang tangguh,” pungkas Dwi. (H21/DISKOMINFO SUMUT)